Dari hasil penelitian yang dilakukan para peneliti di dunia, transplantasi dianggap sebagai cara yang efektif ketika pasien mengalami gagal ginjal akut. Hasil studi yang dilakukan oleh National Kidney Foundation di Australia menunjukkan bahwa orang dengan transplantasi ginjal hidup lebih lama dibandingkan mereka yang menjalani dialisis (cuci darah) rutin.
Dalam kasus Richard Slayman, rumah sakit menyatakan tidak melihat indikasi dari transplantasi itu sebagai penyebab kematian pria berusia 62 tahun tersebut. Sebaliknya, tim dokter yakin ginjal donor itu seharusnya mampu bertahan sedikitnya selama dua tahun.
Dalam beberapa dekade terakhir, para peneliti di seluruh dunia telah mengeksplorasi penggunaan organ dan jaringan hewan yang ditransplantasikan pada manusia. Salah satu contoh adalah pada tahun 1984, ketika bayi pertama kali menjalani xenotransplantasi dengan menerima jantung babon dan dapat bertahan hidup selama 21 hari.
Organ babi lebih banyak digunakan dalam penelitian karena ukurannya hampir serupa dengan milik manusia. Tidak hanya organ, namun pemanfaatannya pun mencakup insulin diabetes dan jaringan untuk katup jantung.
Ginjal babi yang telah menjalani rekayasa genetika sebelumnya telah berhasil dicangkokkan ke monyet dan dapat bertahan hidup selama rata-rata 176 hari, bahkan beberapa kasus lainnya dapat bertahan hidup selama lebih dari dua tahun. Selain ginjal, organ lain seperti jantung babi juga didonorkan menggunakan teknologi yang hampir sama.
Keberhasilan transplantasi ginjal babi ke manusia memang menimbulkan harapan baru bagi jutaan pasien di seluruh dunia. Namun, kontroversi yang menyertainya kemungkinan besar tidak pernah hilang. Salah satu masalah yang diangkat adalah masalah etika. Selain itu, bagi umat muslim, organ yang berasal dari babi mungkin akan ditolak karena masalah kehalalan. Sedangkan aktivis dan pecinta hewan menyatakan bahwa hewan, sekalipun tidak layak dikorbankan untuk kepentingan manusia.