Zaman now! Zaman now yang terkenal harus selalu kekinian, harus selalu update status, harus selalu tahu apa yang sedang happening! Hal-hal yeng terjadi zaman now itu, yang membuat kita dilupakan akan adanya lingkungan offline di sekitar kita. Sadar atau tidak, kini ketika kita bangun tidur apa yang dicari? Apa yang dilihat pertama kali? Tak lain dan bukan adalah benda yang kita bawa ke mana-mana, benda yang sering kita pastikan bahwa ia masih punya cukup persediaan daya untuk menyuport berbagai aktifitas kita. Benda yang kini dimiliki oleh anak TK sekalipun hingga para lanjut usia. Ya, yang kita cari sebangunnya kita dari tidur adalah benda yang bernama handphone!
Sehatkah kita melupakan dunia offline? Bolehkah kita memprioriatskan dunia online dalam keseharian kita? Untuk menjawab ini bisa juga dengan mencoba memahami sebuah kisah yang pernah kudengar dari sebuah acara. Dikisahkan ada seorang anak yang sedang membaca email yang dikirim oleh ayahnya. “Nak, apa kabar kamu di sana? Ayah sangat rindu padamu. Sudah lama kamu tidak pulang ke rumah. Ketika pulang pun kamu selalu saja sibuk dengan handphonemu. Iya sih ayah paham, betapa kau kini sudah sibuk dengan berbagai urusan bisnismu. Banyak kolega yang harus kau urusi, banyak urusan yang harus kau atur ya Nak? Ayah masih ingat ketika dulu ayah membelikanmu handphone pertama kali. Kala itu kamu masih kelas 6 SD. Kala itu teman-temanmu sudah memiliki handphone semua, hanya kamu yang belum punya. Ayah kasihan melihatmu, akhirnya ayah membelikanmu handphone dengan uang pinjaman. Kala itu, engkau masih selalu bercerita tentang hari-harimu sepulang sekolah. Sungguh banyak cerita yang keluar dari mulutmu setiap harinya. Ayah senang, ayah rindu kamu yang mau mengobrol dengan ayah setiap hari. Bangun tidur, sarapan, pergi sekolah, pulang sekolah, mengerjakan PR, hingga akan tidur kembali. Rasanya tak ada waktu yang terlewat tanpa mengobrol denganmu anakku. Waktu terus berjalan, tak terasa kau memasuki masa-masa remaja. Kau mulai susah untuk diajak mengobrol. Handphone mulai tak bisa lepas dari tanganmu. Selalu ada alasan ketika pulang ke rumah, kamu langsung pergi ke kamar dan sibuk dengan handphonemu bukannya mengobrol dengan ayah. Kalau pun kamu keluar kama, itu mungkin hanya ketika makan dan mandi saja. Waktu terus dan terus berjalan. Engkau pun memasuki masa kuliah. Kesibukan kuliahmu membuat kita semakin jarang berjumpa. Jangankan mengobrol, berjumpa saja jarang! Sebenarnya ayah heran, kau memiliki handphone yang bisa kau gunakan untuk menelepon ayah. Tapi nyatanya, mungkin hanya seminggu sekali engkau menelepon. Itu pun tak lebih dari 5 menit. Padahal, engkau selalu minta ayah untuk mengirimu pulsa. Apakah pulsa itu habis dengan menelepon ayah selama 5 menit ya? Ah sudahlah. Engkau mungkin sibuk. Waktu, seperti biasa, terus berjalan dan berjalan begitu seterusnya. Engkau akhirnya mendapatkan pekerjaan dan sibuk dengan bisnismu. Kalau ayah perhatikan engkau hampir setiap saat mengecek emailmu. Jadi ayah minta dibuatkan saja email oleh teman ayah yang paham membuat email. Ayah sebenarnya lebih suka mengobrol langsung denganmu Nak. Tapi apa boleh buat, karena yang kau cek adalah emailmu, maka ayah kirim saja pesan ini. Pesan dari seorang ayah yang rindu berbincang dengan anaknya.“ Si anak menangis sesenggukan membaca email dari ayahnya ini. Email yang ditulis ketika ayahnya sakit keras. Email yang ditulis sebelum akhirnya ayah pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.