Dampak dari pandemi juga membuat LPPF mengalami kerugian selama lima kuartal berturut-turut sejak Q1 2020 hingga Q1 2021. Namun, pada kuartal kedua 2021, perusahaan kembali mampu mencatatkan laba, yang didorong oleh peningkatan belanja selama libur Idul Adha. Namun, pada kuartal berikutnya (Q3 2021), perusahaan kembali mencatatkan rugi.
Selanjutnya, kinerja perusahaan mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah itu. Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa sejak Q4 2021, LPPF nyaris selalu mencatat laba per kuartal, kecuali pada Q3 2023.
Perlu diingat bahwa LPPF memiliki kinerja yang cenderung siklikal, di mana kinerja terbaiknya biasanya terjadi selama musim liburan, seperti Lebaran dan Tahun Baru. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kuartal pertama dan ketiga menjadi kuartal dengan kinerja terlemah bagi peritel pakaian tersebut.
Dalam basis tahunan, penjualan perusahaan tercatat meningkat setiap tahun sejak anjloknya 53% pada tahun 2020 akibat pandemi. Namun, pendapatan tersebut masih belum pulih sepenuhnya, dengan pendapatan tahun 2023 yang mencapai Rp 6,54 triliun, atau masih 36% lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2019 yang mencapai Rp 10,28 triliun, yang notabene merupakan pencapaian terbaik perusahaan sejak didirikan. Hal ini menunjukkan bahwa LPPF masih belum sepenuhnya pulih dari dampak yang ditimbulkan oleh pandemi.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo, menjelaskan bahwa gerai yang ditutup saat ini juga melakukan pesta diskon sebagai strategi untuk menghabiskan stok dagangan yang tersisa. Ia juga menyebutkan bahwa ada kemungkinan penutupan gerai Matahari juga terjadi di beberapa kota lain, karena adanya pergantian manajemen yang membawa strategi bisnis baru.