Rencana pemerintah untuk mempertimbangkan libur sekolah sebulan saat bulan Ramadan telah menimbulkan kekhawatiran dari sejumlah pihak. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memperingatkan bahwa keputusan ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan, terutama jika persiapan yang matang tidak dilakukan.
Ubaid Matraji, Koordinator Nasional JPPI, menegaskan bahwa jika rencana ini tidak dipersiapkan dengan baik, termasuk pembicaraan dengan orang tua dan pelibatan masyarakat secara efektif, maka kebijakan libur sekolah selama bulan Ramadan bisa berujung pada penurunan kualitas pendidikan. Dalam pandangannya, kegiatan belajar selama bulan suci tersebut seringkali tidak berjalan efektif, dengan jam pelajaran yang dikurangi, dan siswa hanya masuk sekolah selama 2-3 minggu.
Dia menambahkan bahwa meskipun mendukung kebijakan libur sekolah, namun belajar di luar sekolah seharusnya tetap berlangsung. Guru, orang tua, masyarakat, dan tokoh agama pun perlu dilibatkan lebih aktif dalam proses pendidikan di luar sekolah selama bulan Ramadan.
Selain itu, Ubaid menyatakan keprihatinannya terhadap kemungkinan anak-anak menjadi lebih leluasa menggunakan gadget selama libur sekolah sebulan ini. Dalam pandangannya, libur Ramadan seharusnya bukan menjadi waktu kebebasan penuh bagi siswa untuk bermain gadget.
Pandangan serupa juga diutarakan oleh Ina Liem, seorang pengamat pendidikan. Dia menilai bahwa sekolah libur selama sebulan saat Ramadan akan mengganggu keefektifan belajar siswa.