Contoh paling umum dari greenwashing itu banyak banget. Misalnya, produk air mineral dalam kemasan botol plastik yang mengklaim "lebih dari 50% bahan daur ulang", padahal sisanya masih plastik baru dan proses daur ulangnya sendiri belum tentu efisien. Atau produk pembersih rumah tangga yang bilang "bebas fosfat" tapi masih pakai bahan kimia keras lainnya yang berbahaya. Ada juga perusahaan fesyen yang meluncurkan satu atau dua koleksi "sustainable" tapi mayoritas produknya masih dihasilkan dengan praktik yang nggak ramah lingkungan dan eksploitatif.
Sulitnya, nggak ada standar baku yang ketat untuk klaim "ramah lingkungan" di banyak negara, termasuk di Indonesia. Istilah "alami" atau "hijau" itu sangat subjektif dan bisa diinterpretasikan macam-macam. Ini yang bikin kita sebagai konsumen jadi bingung dan gampang terkecoh. Kita ingin melakukan konsumsi berkelanjutan, tapi malah terjebak dalam jebakan marketing.
Lalu, bagaimana kita bisa tahu apakah sebuah produk itu benar-benar RamahLingkungan? atau hanya kena Greenwashing? Ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan. Pertama, jangan mudah percaya pada klaim umum. Cari tahu detailnya. Kalau sebuah produk bilang "ramah lingkungan", ramah lingkungan apanya? Apakah bahannya, proses produksinya, kemasannya, atau daur ulangnya? Kedua, perhatikan sertifikasi. Ada beberapa lembaga independen yang mengeluarkan sertifikasi lingkungan terpercaya, seperti Fair Trade, Rainforest Alliance, atau B Corp. Sertifikasi ini biasanya diberikan setelah audit ketat. Ketiga, perhatikan daftar bahan. Pelajari bahan-bahan yang sering dipakai dan mana yang sebaiknya dihindari. Keempat, pertimbangkan siklus hidup produk. Dari mana bahan bakunya berasal, bagaimana diproduksi, bagaimana digunakan, sampai bagaimana dibuang. Apakah bisa didaur ulang atau terurai dengan mudah?