Jaring Pengaman Sosial yang Berbeda
Di masyarakat, dukungan sosial dan rasa kebersamaan sering kali tumbuh dari kebutuhan untuk saling membantu. Orang-orang dengan ekonomi pas-pasan atau menengah sering kali membangun jaring pengaman sosial yang kuat dengan tetangga, keluarga, dan teman-teman. Mereka saling bantu saat ada yang sakit, berbagi makanan, atau memberikan dukungan moral. Jalinan ini terbentuk karena mereka menyadari bahwa tidak ada yang bisa bertahan sendirian dalam menghadapi kesulitan hidup.
Namun, orang-orang kaya punya jaring pengaman yang berbeda. Jaring pengaman mereka bukan lagi berbentuk komunitas yang saling gotong royong, melainkan dalam bentuk jasa profesional dan perlindungan finansial. Mereka punya asuransi kesehatan swasta yang terbaik, pengacara pribadi, manajer keuangan, dan staf keamanan. Kebutuhan untuk bergantung pada komunitas atau orang lain menjadi sangat minim. Ini membuat mereka secara alami lebih sedikit terlibat dalam aktivitas sosial yang sifatnya kolektif. Lingkaran sosial mereka cenderung terbatas pada orang-orang yang memiliki status ekonomi serupa, yang juga memiliki pola pikir yang sama.
Fokus pada Pencapaian dan Kompetisi Individu
Banyak orang kaya membangun kekayaan mereka melalui kompetisi yang ketat dan pencapaian individu. Baik itu sebagai CEO perusahaan, pengusaha sukses, atau investor ulung, jalan menuju kekayaan sering kali menuntut mereka untuk fokus pada tujuan pribadi, mengalahkan pesaing, dan membuat keputusan yang berani tanpa bergantung pada persetujuan orang lain. Pola pikir ini, yang sangat efektif dalam dunia bisnis, bisa terbawa ke dalam kehidupan pribadi. Mereka terbiasa berpikir dalam kerangka "aku", bukan "kita".
Pandangan ini juga memengaruhi bagaimana mereka melihat keberhasilan. Mereka cenderung percaya bahwa keberhasilan adalah hasil dari kerja keras dan bakat individu, bukan dari faktor-faktor eksternal seperti keberuntungan atau dukungan kolektif. Keyakinan ini, yang dikenal sebagai "mitos meritokrasi", memperkuat pandangan bahwa setiap orang bertanggung jawab penuh atas nasibnya sendiri. Ketika seseorang memegang teguh keyakinan ini, sulit bagi mereka untuk melihat perlunya solidaritas atau empati pada tingkat yang sama seperti orang lain.