Rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar AS setelah rilis data Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen AS yang lebih tinggi dari periode sebelumnya pada 24 Desember 2024. Pada hari tersebut, rupiah turun 0,5% menjadi Rp16.000/US$, posisi terburuk yang tercatat sejak Agustus 2024. Kondisi ini menunjukkan tekanan yang signifikan terhadap mata uang Rupiah di pasar internasional.
Depresiasi rupiah terhadap dolar AS terjadi setelah rilis data ekonomi penting AS yang menunjukkan kenaikan pada Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen. Indeks Harga Konsumen AS naik 0,7% dari bulan sebelumnya, sementara Indeks Harga Produsen AS mengalami kenaikan sebesar 0,8%. Kedua data tersebut menunjukkan adanya tekanan inflasi yang mungkin akan memicu kebijakan moneter yang lebih ketat dari Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve. Dalam situasi ini, investor cenderung memilih untuk mengalihkan investasi ke aset-aset dolar AS, sehingga membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin tertekan.
Kondisi perekonomian global yang belum pulih sepenuhnya akibat dampak pandemi COVID-19 juga turut mempengaruhi pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Ketidakpastian terkait kebijakan moneter dan pergerakan mata uang di berbagai negara membuat investor cemas dan cenderung mencari aset yang dianggap lebih aman, seperti dolar AS. Hal ini mengakibatkan mata uang Rupiah mengalami tekanan lebih lanjut, terutama dengan kondisi ekonomi global yang masih rapuh.