Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengungkapkan alasan di balik tingginya impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara tetangga, Singapura dan Malaysia. Menurut Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Mustika Pertiwi, impor BBM dari kedua negara tersebut disebabkan oleh banyaknya fasilitas pencampuran (blending) berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari kilang di berbagai negara. Hal ini membuat produk BBM sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan Indonesia.
Menurut laporan terbaru, Indonesia terkait erat dengan Singapura dalam hal impor minyak mentah dan bensin. Singapura merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia dalam hal minyak mentah, dengan jumlah impor sekitar 18,9 juta barel tiap bulan selama 2019. Di sisi lain, impor bensin dari Malaysia selama periode yang sama juga cukup signifikan.
Sebagai contoh, BBM Pertalite (RON 90) memiliki spesifikasi yang berbeda dengan BBM yang dijual di negara-negara lain. Singapura dan Malaysia juga mengekspor BBM ke negara-negara Asia Tenggara lainnya dan Australia, bukan hanya ke Indonesia.
Selain alasan tersebut, produksi minyak nasional saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu barel per hari (bph), sedangkan kebutuhan mencapai 840 ribu bph. Kekurangan tersebut harus ditutupi melalui impor.
Menurut Mustika, ketergantungan Indonesia pada impor BBM dari Malaysia dan Singapura juga disebabkan oleh infrastruktur yang belum memadai. Kilang dalam negeri yang dimiliki oleh Pertamina masih mengalami kendala yang menyebabkan produksi minyak tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, pemerintah Indonesia telah merencanakan untuk memperbaiki infrastruktur kilang dan meningkatkan produksi minyak nasional. Hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah impor BBM dalam jangka panjang.