Pertama-tama, pengembangan teknologi AI dalam konteks perang dapat membantu dalam mendeteksi dan menyaring informasi secara lebih efisien. Hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya serangan yang tidak terkendali dan membantu menghindari ketidaktepatan dalam pengambilan keputusan di medan perang. Namun demikian, penggunaan teknologi AI dalam perang juga memunculkan kekhawatiran terkait dengan potensi pengambilan keputusan yang tidak memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan.
Jonathan Kwik menegaskan bahwa pernikahan antara hukum humaniter dan kecerdasan buatan dapat menciptakan sistem yang mampu memastikan bahwa pengambilan keputusan yang melibatkan teknologi AI tetap mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan. Dengan merancang algoritma dan protokol yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum humaniter, kita dapat menjamin bahwa teknologi AI dalam konteks perang tidak melanggar aturan-aturan kemanusiaan.
Selain itu, integrasi antara hukum humaniter dan kecerdasan buatan juga dapat membantu dalam pengembangan sistem perlindungan bagi warga sipil di zona konflik. Teknologi AI dapat digunakan untuk mendeteksi dan menganalisis risiko yang dihadapi oleh warga sipil, sehingga tindakan perlindungan dapat diambil secara lebih efektif dan cepat. Dengan demikian, kita dapat mengurangi dampak negatif dari konflik bersenjata bagi warga sipil.