Berbeda nasib dengan dua pesaing lokal tersebut, Apple harus rela turun ke posisi kelima dengan hanya mencatatkan pangsa pasar sebesar 13%. Ini merupakan kemerosotan tajam bagi perusahaan yang selama bertahun-tahun menjadikan China sebagai salah satu pasar utama sekaligus pusat produksi perangkat iPhone. Penurunan ini dinilai akibat beberapa faktor utama, di antaranya adalah meningkatnya sentimen nasionalisme konsumen, kebijakan subsidi pemerintah yang kurang mendukung produk premium seperti iPhone, serta minimnya inovasi lokalisasi dari Apple untuk pasar Tiongkok.
Selain Xiaomi dan Huawei, merek lokal lainnya seperti Oppo dan Vivo juga berhasil mempertahankan posisi mereka di peringkat tiga dan empat, masing-masing dengan pangsa pasar 15%. Keduanya terus menunjukkan performa stabil di tengah ketatnya persaingan, berkat strategi distribusi yang luas dan pengembangan fitur-fitur yang sesuai dengan kebutuhan konsumen lokal.
Salah satu tren penting yang ikut mewarnai pergeseran pasar adalah kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam perangkat smartphone. Sekitar 22% dari seluruh unit yang dikapalkan di China selama kuartal pertama 2025 dilengkapi dengan fitur AI, dan angka ini diprediksi akan meningkat drastis hingga 40% pada akhir tahun. Ini menandakan bahwa produsen yang mampu mengintegrasikan AI ke dalam produknya secara efektif akan memiliki keunggulan kompetitif di pasar masa depan.
Perubahan struktur pasar ini tentu menjadi tekanan besar bagi Apple. Sebagai perusahaan yang sebelumnya sangat bergantung pada pasar China untuk pendapatan globalnya, Apple kini dihadapkan pada tantangan serius untuk menyesuaikan strategi bisnis. Perusahaan harus mempertimbangkan kembali pendekatannya terhadap harga, fitur lokal, dan inovasi teknologi jika ingin kembali merebut hati konsumen di wilayah yang sangat dinamis ini.