Hakim Rogers menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan media sosial “dengan sengaja mendorong penggunaan kompulsif dari platform mereka yang dapat diperkirakan menyebabkan” distrik sekolah menghabiskan sumber daya untuk memerangi krisis kesehatan mental di kalangan siswa.
Juru bicara dari Google, Jose Castaneda, membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa perusahaan telah bekerja sama dengan para ahli kesehatan mental serta membangun layanan dan kebijakan untuk memberikan pengalaman yang sesuai dengan usia pengguna, serta memberikan kontrol yang kuat kepada orang tua.
Sementara juru bicara dari Meta juga menolak keputusan pengadilan dan menyatakan bahwa perusahaan telah mengembangkan berbagai tool untuk mendukung orang tua dan remaja, termasuk mengubah pengalaman Instagram untuk remaja dengan Teen Accounts terbaru, pengalaman yang melindungi remaja secara otomatis, serta membatasi siapa yang dapat menghubungi mereka dan konten yang mereka lihat.
Terkait dengan hal tersebut, pengacara utama penggugat, Lexi Hazam dan Previn Warren, memuji keputusan pengadilan sebagai kemenangan bagi sekolah, guru, dan administrator yang berada di garis depan dalam krisis kesehatan mental remaja. Mereka menekankan bahwa desain platform seperti Instagram, Snapchat, TikTok, dan YouTube membuat ketagihan dan menyebabkan para siswa mengalami kesulitan. Hal ini pun menyebabkan anggaran sekolah membengkak dan misi pendidikan mereka terganggu karena harus mendukung anak-anak yang mengalami krisis.
Dalam konteks hukum yang lebih luas, hakim mengatakan klaim oleh distrik sekolah berdasarkan teori hukum tentang gangguan publik - yang berhasil digunakan untuk melawan penjual vape nikotin - akan ditangani secara terpisah. Dengan banyaknya tuntutan hukum yang terus muncul terkait dampak media sosial terhadap kesehatan mental, kasus ini menjadi semakin penting dalam memperhatikan tanggung jawab perusahaan teknologi terkait penggunaan platform mereka.
Hakim Rogers menyimpulkan bahwa ada teori hukum yang diajukan oleh pihak sekolah dapat diterima, yakni perusahaan media sosial sengaja mendorong penggunaan kompulsif dari platform mereka yang dapat diperkirakan menyebabkan distrik sekolah menghabiskan sumber daya untuk memerangi krisis kesehatan mental di kalangan siswa. Ini merupakan pijakan penting dalam kasus ini yang menyoroti dampak ketergantungan media sosial terhadap kesehatan mental generasi muda.