Tampang.com | Platform digital populer di bawah Meta, seperti Facebook, Instagram, dan Threads, mengalami penurunan popularitas di Amerika Serikat. Data Google Trends menunjukkan lonjakan pencarian terkait panduan untuk membatalkan dan menghapus akun pada platform tersebut.
Fenomena ini muncul setelah Mark Zuckerberg, CEO Meta, mengumumkan beberapa kebijakan baru yang kontroversial. Kebijakan tersebut mencakup penghentian program pengecekan fakta pihak ketiga, pelonggaran aturan moderasi konten, serta penghapusan batasan untuk jumlah konten politik yang ditampilkan di feed pengguna.
Langkah ini menuai kritik tajam, dengan sebagian pihak menuding Meta berupaya untuk "menyesuaikan diri" dengan pemerintahan Donald Trump yang akan datang. Kebijakan tersebut juga dinilai sebagai langkah antisipasi terhadap serangan dari lawan politik perusahaan.
Kebijakan Baru Meta dan Respons Pengguna
Kebijakan yang diumumkan Meta memicu diskusi panas mengenai potensi dampak negatifnya terhadap platform digital. Kebijakan ini dianggap dapat meningkatkan risiko penyebaran ujaran kebencian, kekerasan, dan misinformasi. Situasi ini menjadi perhatian serius, mengingat peran Meta dalam insiden-insiden sebelumnya.
Sebagai contoh, pemberontakan di Gedung Capitol pada 6 Januari 2021, yang sebagian besar diorganisir melalui Facebook dan Instagram, menjadi bukti konkret bagaimana konten berbahaya dapat menyebar dengan cepat. Meski Meta sempat menemukan cara untuk meminimalkan penyebaran polarisasi politik, teori konspirasi, dan hasutan kekerasan, tindakan yang diambil saat itu dinilai tidak cukup tegas.