Upaya tersebut ternyata berbuah manis, terbukti dengan peningkatan margin pada perjalanan layanan premium hingga 1,2 kali lebih tinggi dari versi standar, seperti yang diungkapkan oleh Peter Oey, CFO Grab.
Selain itu, Grab juga menaikkan perkiraan laba inti tahunannya, dari sebelumnya sekitar US$ 250 juta hingga US$ 270 juta (Rp 3,9 triliun-Rp 4,2 triliun) menjadi sekitar US$ 308 juta hingga US$ 313 juta (Rp 4,8 triliun-Rp 4,9 triliun).
Kabar mengenai kinerja positif Grab ini tentunya menjadi sorotan publik. Seiring dengan pemulihan ekonomi pasca pandemi yang kian membaik, perusahaan teknologi seperti Grab memberikan kontribusi positif dalam mengerek industri dan perekonomian di Asia Tenggara secara keseluruhan.
Kunci dari keberhasilan ini tampaknya adalah strategi adaptasi yang dilakukan oleh Grab. Dengan cepat merespons kebutuhan pasar saat ini, perusahaan dapat mencapai kesuksesan yang signifikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa teknologi dan inovasi dapat menjadi faktor kunci dalam mengatasi tantangan ekonomi, terutama dalam menghadapi dampak pandemi yang tak terduga.
Dari sisi pengguna, keberhasilan Grab dapat menjadi momentum yang menguntungkan. Layanan lebih murah pada transportasi dan tetapnya promosi layanan premium akan memberikan berbagai pilihan kepada pengguna. Dukungan terhadap bisnis pengiriman makanan juga menjadi nilai tambah bagi para pengguna yang mengandalkan layanan pengiriman dalam kehidupan sehari-hari.