Kedekatannya dengan bintang induk menjadikan suhu permukaan planet ini sangat ekstrem. Para ilmuwan memperkirakan suhu di sana mencapai 2.400 derajat Celcius, cukup panas untuk melelehkan logam, dan menjadikannya salah satu planet terpanas yang diketahui. Permukaannya yang diduga terdiri atas lava cair dan karbon padat menjadi pemandangan yang kemungkinan spektakuler—namun sekaligus mematikan.
Sayangnya, kondisi ini juga menjadikan 55 Cancri e tidak layak huni. Meskipun kaya akan material berharga, suhu ekstrem dan aktivitas vulkanik yang intens membuatnya sangat tidak mendukung keberadaan makhluk hidup. Namun, bagi para ilmuwan, planet ini tetap menawarkan potensi riset besar terkait geologi ekstrem dan pembentukan planet berbasis karbon.
Para peneliti juga mengamati bahwa atmosfer planet ini kemungkinan tersusun dari gas-gas hasil aktivitas vulkanik, bukan oksigen atau nitrogen seperti di Bumi. Gas-gas ini dapat menciptakan lapisan atmosfer tipis yang tetap aktif secara geologis, menunjukkan bahwa planet tersebut tidak hanya “mati”, tetapi justru aktif secara internal.
Menurut ilmuwan, penemuan ini menjadi bukti bahwa sistem planet di luar tata surya kita jauh lebih bervariasi dari yang sebelumnya diperkirakan. Konsep planet "berlian" yang sebelumnya hanya ada di teori kini mendapatkan konfirmasi lebih kuat lewat data teleskop James Webb.
Tidak sedikit ilmuwan yang menganggap bahwa 55 Cancri e bisa menjadi model penting untuk mempelajari bagaimana material seperti karbon dalam bentuk padat bisa membentuk struktur planet. Bahkan, beberapa menyebutnya sebagai “planet super-Bumi” karena ukurannya yang lebih besar namun tetap memiliki karakteristik batuan.
Namun, meski mengandung banyak karbon yang bisa menjadi berlian, kemungkinan eksploitasi sumber daya ini nyaris mustahil dengan teknologi saat ini. Dengan jarak 41 tahun cahaya, butuh waktu puluhan ribu tahun menggunakan teknologi roket biasa untuk mencapainya.