Namun, Amerika bukanlah pasar utama dari ponsel jadul ini. Berdasarkan data dari Counterpoint Research, sekitar 80% penjualan feature phone justru berasal dari negara-negara berkembang seperti India, wilayah Afrika, dan Timur Tengah. Di kawasan tersebut, selain sebagai gaya hidup, feature phone juga masih menjadi alternatif utama karena harga yang lebih terjangkau dan daya tahan baterai yang lebih lama.
Pasar Smartphone Indonesia: Bangkit, Tapi Tidak untuk Semua Segmen
Sementara itu, di Indonesia, pasar smartphone mengalami kebangkitan yang signifikan pada tahun 2024, setelah sebelumnya sempat lesu akibat daya beli yang menurun. Data dari Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker milik IDC menunjukkan bahwa pengiriman smartphone di Indonesia tumbuh sebesar 15,5% secara tahunan, dengan total mencapai hampir 40 juta unit.
Namun, yang menarik, pertumbuhan ini tidak terjadi merata di semua segmen harga. Kelas ponsel ultra low-end, yaitu di bawah Rp 1,6 juta, menjadi motor utama pertumbuhan, didominasi oleh merek seperti Transsion. Ini menunjukkan bahwa konsumen Indonesia masih sangat mempertimbangkan aspek harga, dan cenderung memilih perangkat fungsional yang terjangkau.
Selain itu, segmen ponsel kelas menengah (Rp 3,2 juta - Rp 9,8 juta) juga mengalami lonjakan besar hingga 24,9% dibanding tahun sebelumnya, dengan OPPO menjadi salah satu merek paling dominan. Peningkatan ini bisa dikaitkan dengan semakin banyaknya model baru yang menawarkan spesifikasi tinggi dengan harga lebih rasional.
Smartphone Premium Mulai Kehilangan Daya Tarik
Di sisi lain, pasar smartphone premium dengan harga di atas Rp 10 juta justru mengalami penurunan sebesar 9,2%. Salah satu penyebab utamanya adalah larangan penjualan iPhone 16 pada kuartal akhir tahun 2024, yang berdampak langsung terhadap penjualan di segmen atas. Selain faktor regulasi, perubahan preferensi konsumen yang kini lebih selektif juga turut berkontribusi pada tren penurunan ini.