Untuk kuartal keempat tahun 2024, perusahaan memprediksi pendapatannya akan stagnan dengan pertumbuhan 2% secara kuartal-ke-kuartal (QoQ).
Saham SMIC naik 3,7% pada pembukaan perdagangan di Hong Kong pada Jumat (8/11) waktu setempat.
Semangat China di Balik Pembatasan Dagang dengan AS
Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat (AS) telah memberlakukan berbagai sanksi dagang yang menghantam China, terutama dalam sektor teknologi. Salah satu tindakan yang dilakukan AS adalah memblokir akses China untuk mendapatkan teknologi chip dan peralatan pembuat chip canggih, karena khawatir akan memperkuat kemampuan militer China.
Akan tetapi, langkah ini tidak memadamkan semangat China dalam mengembangkan kemampuan teknologinya. Bahkan, pemerintah China semakin termotivasi untuk mengembangkan chip canggih secara mandiri.
Pembuat chip terbesar di China, SMIC, berhasil menunjukkan keberhasilan sebagai bukti bahwa pembatasan dagang dari AS tidak meruntuhkan kemampuan China dalam industri teknologi. Pada kuartal September 2024, pendapatan SMIC naik 34% menjadi US$2,17 miliar, sesuai dengan ekspektasi pasar yang mematok pendapatan SMIC di angka US$2,2 miliar menurut data LSEG.
Pertumbuhan SMIC didukung oleh inisiatif lokalisasi yang dicanangkan pemerintah China. Salah satunya adalah mendorong klien internasional untuk memindahkan produksi chip ke manufaktur dalam negeri.
Sebelumnya, SMIC lebih fokus memproduksi node chip untuk perangkat elektronik sederhana. Namun, fokus perusahaan berubah seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik antara AS dan China, yang mempengaruhi arah bisnis SMIC.
SMIC menjadi pemasok chip untuk Huawei yang memungkinkan perusahaan itu membawa gebrakan ponsel dengan dukungan jaringan 5G setelah tiga tahun masuk dalam daftar hitam AS. Mereka adalah contoh nyata bagaimana China tetap kuat dalam menghadapi hambatan dagang dari AS.
Meski mencatat pertumbuhan pada tahun ini, SMIC perlu terus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan tren penurunan pada 2025 mendatang. Faktanya, co-CEO SMIC, Zhao Haijun, mengungkapkan bahwa tingkat utilisasi industri saat ini berada di sekitar 70%, jauh di bawah tingkat optimal 85%. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan kapasitas yang signifikan, yang tampaknya tidak akan membaik secara signifikan, atau bahkan semakin memburuk di masa mendatang.