Pasar kerja global, khususnya di industri teknologi, masih mengalami guncangan akibat gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Menurut data dari Layoffs.fyi, sebanyak 15.000 karyawan kehilangan pekerjaan pada Februari 2025.
Beberapa raksasa teknologi seperti Microsoft, Meta, Workday, dan HP telah mengumumkan PHK besar-besaran sejak awal tahun. Dampaknya, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat, terlebih dengan semakin luasnya penerapan kecerdasan buatan (AI) yang menggantikan peran manusia di berbagai sektor.
Namun, di tengah ketidakpastian ini, muncul peluang baru yang tidak disangka-sangka. Profesi baru berbasis AI mulai bermunculan, menciptakan jalan alternatif bagi mereka yang terdampak oleh PHK atau kesulitan mendapatkan pekerjaan konvensional.
Peran Baru dalam Era AI: Pelatih Model Kecerdasan Buatan
Salah satu contoh profesi yang mulai banyak diminati adalah pelatih model AI. Pekerjaan ini berkaitan dengan melatih kecerdasan buatan agar lebih akurat dan efisien dalam menjalankan tugasnya.
Sebuah kisah menarik datang dari Carla McCanna, lulusan baru dari Medill School of Journalism, Northwestern University, AS. Seperti banyak lulusan lainnya, McCanna awalnya berjuang mencari pekerjaan di bidang jurnalistik. Namun, ia justru mendapatkan tawaran tak terduga sebagai AI Model Trainer di perusahaan data Outlier.
Awalnya, McCanna tidak memiliki pengalaman di bidang teknologi, tidak menguasai data science, pembelajaran mesin, atau coding. Namun, perekrut menilai keahliannya dalam menulis profesional, penelitian, serta pengecekan fakta sangat sesuai untuk peran ini.
“Saya ditawari pekerjaan ini karena keterampilan saya dalam menulis dan memverifikasi fakta,” ujar McCanna. Tugasnya adalah memastikan model AI dapat memahami dan menghasilkan teks yang lebih akurat.
Industri Media Terpuruk, Banyak Jurnalis Beralih Profesi
Meskipun McCanna bercita-cita menjadi jurnalis di media ternama, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan di industri media semakin sulit.
Pada tahun 2024, industri media di Amerika Serikat mengalami kemerosotan besar. Sebanyak 5.000 jurnalis kehilangan pekerjaan, meningkat 59% dibandingkan tahun sebelumnya, menurut laporan dari Challenger, Gray & Christmas.