Meskipun G42 mengklaim telah menarik diri dari China pada Februari dan menerima tawaran kerja sama dengan perusahaan-perusahaan Amerika, tetap saja perhatian China terhadap perusahaan tersebut tidak terbantahkan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran AS terhadap potensi akses teknologi canggih AS yang dapat digunakan oleh China.
Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, China terus mendorong pengembangan teknologi AI. Oleh karena itu, pemerintah AS berusaha untuk memastikan bahwa teknologi AI dan chip canggihnya tidak disalahgunakan, termasuk di wilayah Timur Tengah.
Kerja sama antara AS dan pusat data di Timur Tengah diharapkan dapat memitigasi risiko yang mungkin terjadi akibat penyalahgunaan teknologi AI untuk kepentingan yang tidak diinginkan. Selain itu, melalui aturan baru ini, AS juga memperkuat posisinya sebagai pemain utama dalam bisnis chip canggih, yang secara tidak langsung akan mempengaruhi arah investasi dan kemitraan teknologi di wilayah tersebut.
Sebagai perusahaan teknologi terkemuka, Nvidia, yang berbasis di Santa Clara, California, merupakan salah satu pemasok chip AI terbesar di dunia. Keterlibatan Nvidia dalam aturan baru tersebut menarik perhatian publik terkait bagaimana kebijakan tersebut dapat berdampak pada strategi global perusahaan teknologi, terutama dalam menjaga hubungan dengan pasar potensial di Timur Tengah.