Dalam Islam, adab di atas ilmu merupakan konsep yang sangat ditekankan. Selain memiliki pengetahuan yang luas, seorang dai atau pendakwah harus mampu menyampaikan ilmunya dengan penuh kesantunan, menghormati orang lain, dan menjaga keadaban dalam berucap dan bertindak. Namun, kasus yang melibatkan Gus Miftah menunjukkan bahwa adab tersebut tampaknya terabaikan.
Reaksi publik terhadap kasus ini pun sangat beragam. Banyak masyarakat yang mengecam sikap Gus Miftah, menuntutnya untuk meminta maaf secara tulus atas perilakunya yang dianggap tidak pantas. Di sisi lain, ada juga yang tetap mendukung Gus Miftah, menganggap bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dan kesalahan.
Sebagai seorang pendakwah yang memiliki pengaruh besar, perilaku Gus Miftah menjadi sorotan publik. Kontribusinya dalam berdakwah dan memberikan pengaruh positif bagi masyarakat tidak bisa dipungkiri. Namun, kasus kontroversial ini mempertanyakan kembali kepedulian dan kepekaan seorang pendakwah terhadap nilai-nilai adab dan akhlak yang seharusnya dijunjung tinggi.
Kasus Gus Miftah dan Pedagang Es Teh Sunhaji juga memberikan pelajaran bagi para tokoh masyarakat, terutama para pendakwah, bahwa keberadaan di media sosial dapat menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, media sosial dapat menjadi sarana untuk menyebarkan pesan dakwah dan nilai moral yang positif. Namun, di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi tempat terjadinya kontroversi dan kecelakaan moral yang merugikan diri sendiri dan orang lain.