Setelah referendum berlangsung, pemerintah Catalonia mengklaim sekitar 90 persen suara mendukung kemerdekaan, meskipun angka ini dipertanyakan karena banyak pemilih yang tidak bisa memberikan suara akibat tindakan represif yang dilakukan oleh pihak berwenang Spanyol. Meski terlepas dari kenyataan di lapangan, hasil referendum tersebut menjadi titik tolak bagi pengumuman unilateral kemerdekaan Catalonia beberapa hari setelahnya.
Tindakan pemerintah Catalonia tersebut memicu krisis politik yang hebat. Pemerintah Spanyol langsung merespons dengan menerapkan Artikel 155 Konstitusi, yang memberi wewenang kepada pemerintah pusat untuk mengambil alih kekuasaan daerah jika dianggap perlu. Akibatnya, sejumlah pemimpin Catalonia dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari penangkapan. Ini menunjukkan bahwa identitas dalam konteks politik bukan hanya sekedar soal budaya atau sejarah; ia juga membawa risiko yang signifikan. Menjadi Catalonia, dalam pandangan Madrid, berarti melawan kesatuan negara.
Dalam masyarakat modern, identitas seringkali dipolitisasi, dan perdebatan tentang referendum ini tidak lepas dari pengaruh ekonomi, politik, dan sosial. Catalonia adalah salah satu daerah terkaya di Spanyol, dan dorongan untuk merdeka tidak saja didorong oleh ikatan kultural, tetapi juga oleh keinginan untuk mengelola sumber daya secara mandiri. Pertanyaan tentang siapa yang berhak mengatur sumber daya dan bagaimana distribusi kekuasaan dilakukan menjadi inti dari perseteruan ini.