Namun demikian, dari sejumlah rilis survei, dapat disimpulkan jika sosialisasi akun-akun pendukung Demul lewat medsos ini belum menampakkan hasilnya. Demikian juga di dunia nyata, geliat pendukung Demul belum mampu mengangkat popularitas, apalagi elektabilitasnya.
Demul dan Golkar sebagai parpol pendukungnya pastinya sudah menyadari jika popularitas yang kemudian berdampak pada elektabilitas tidak mungkin didapat tanpa bantuan media, baik itu media arus utama maupun media sosial. Untuk mendongkrak popularitas membutuhkan kerja keras dan biaya yang luar biasa besar.
Di Indonesia, hanya Jokowi dengan efeknya yang mampu menarik sorot perhatian media dan pengguna media sosial untuk mendukungnya. Dengan efek yang dimilikinya itu, Jokowi bukan saja menjadikannya sebagai Gubernur DKI 2012-2017 dan Presiden RI 2014-2019, tetapi juga berhasil mendongkrak elektabilitas kader-kader PDIP yang terjun di sejumlah pilkada pada 2013.
Menariknya, jika memperhatikan medsos, ada sejumlah akun yang diduga sebagai pendukung Demul yang melakukan kampanye negatif dengan menyerang Deddy Mizwar (Demiz) maupun Ridwan Kamil aka Kang Emil. Entah siapa yang memberikan strategi ini?
Strategi ini jelas salah besar karena yang dibutuhkan Demul bukan rontoknya elektabilitas Demiz dan Emil, tetapi popularitasnya. Maka, lebih baik jika pendukung Demul lebih mengutamakan kampanye positif ketimbang kampanye negatif, apalagi kampanye hitam.
Sebab, percuma saja menjatuhkan elektabilitas lawan jika popularitas sendiri masih jauh dari harapan. Dengan berkampanye positif, sentimen positif pun akan didapat. Selanjutnya, strategi ini akan menaikkan elektabilitas. Begitu rumus sederhanya.
Jika sampai jelang batas akhir pendaftaran bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur Jabar, popularitas dan elektabilitas Demul belum juga terdongkrak, tidak menutup kemungkinan pencalonan Demul akan dibatalkan.
Kemungkinan tersebut sangat beralasan meningat Golkar tidak bisa sendirian mencalonkan Demul. Untuk mendaftarkan Demul, Golkar yang mengantongi 17 kursi DPRD Jabar membutuhkan koalisi parpol lainnya untuk memenuhi syarat minimal 20 kursi.
Jika melihat peta politik nasional, arah dukungan dalam Pilgub DKI 2017, dan pergerakan parpol jelang Pilgub Jabar 2018, kemungkinan besar Golkar akan menggaet PDIP yang memiliki 20 kursi DPRD Jabar,
Dengan demikian, nasib pencalonan Demul ada pada keputusan PDIP. Celakanya, PDIP dikenal sebagai parpol yang kerap mengambil keputusan jelang menit-menit terakhir.
Jantung Demul lebih berdebar-debar lagi mengingat PDIP cenderung untuk lebih mendukung kadernya sendiri ketimbang non-kader. Dalam Pilwalkot Bandung 2013, misalnya, meski dekat dengan Emil, PDIP memilih untuk mencalonkan Viva Yoga yang berelektabilitas jauh di bawah Emil.