Birokrasi berperan sebagai penggagas regulasi yang bisa mendorong atau menghambat perkembangan ekonomi. Sayangnya, seringkali birokrasi ini terjebak dalam lingkaran korupsi atau nepotisme, di mana para pengambil kebijakan mungkin menerima imbalan dari entitas bisnis tertentu. Dalam konteks ini, regulasi yang seharusnya melindungi kepentingan publik justru menciptakan kesempatan bagi kartel ekonomi untuk tumbuh subur. Pengaturan yang lemah atau tidak konsisten membuat ruang bagi bank dan perusahaan lain untuk beroperasi dengan cara yang merugikan masyarakat.
Keterikatan antara bank, bursa, dan birokrasi menciptakan struktur yang menguntungkan bagi pemegang kekuasaan, di mana tindakan regulasi sering kali tidak transparan. Hal ini menciptakan kesenjangan antara kepentingan elit ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, dalam banyak kasus, saat regulasi baru diusulkan, perdebatan sering kali didominasi oleh kepentingan korporasi yang kemudian berupaya untuk memengaruhi kebijakan demi keuntungan mereka.
Terlebih lagi, dalam era digital dan informasi yang cepat mengalir, kartel ekonomi tidak hanya terjadi di tingkat lokal, tetapi juga di tingkat global. Fintech dan platform digital kini memiliki kekuatan untuk menciptakan jaringan baru dalam interaksi antara bank dan bursa, dan regulasi yang dikeluarkan oleh otoritas pemerintah sering kali terkesan lamban mengikuti perkembangan ini. Fenomena ini menjadi lahan subur bagi terciptanya kartel baru yang sama sekali belum terduga.