Bagi mahasiswa, tiga kata ini sudah tidak asing lagi: skripsi, tesis, dan disertasi. Ketiganya merupakan puncak dari perjalanan akademis, penentu kelulusan, dan bukti otentik dari kemampuan seorang pelajar dalam melakukan penelitian. Namun, di luar lingkungan kampus, pemahaman tentang ketiganya seringkali tumpang tindih. Padahal, ketiganya memiliki perbedaan mendasar yang sangat signifikan, baik dari segi tingkatan, kedalaman penelitian, hingga kontribusi yang diharapkan. Memahami perbedaan ini tidak hanya penting untuk mahasiswa yang sedang berjuang, tetapi juga untuk siapa pun yang ingin menghargai bobot dari setiap karya ilmiah.
Skripsi: Ujian Akhir Jenjang Sarjana
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa strata satu (S1). Sering disebut sebagai "tugas akhir", skripsi merupakan bukti bahwa mahasiswa telah menguasai bidang ilmunya secara komprehensif. Tujuan utamanya adalah untuk menguji kemampuan mahasiswa dalam menerapkan teori-teori yang telah dipelajari di kelas untuk menganalisis suatu masalah.
Karakteristik utama skripsi adalah sifatnya yang aplikatif dan deskriptif. Penelitian skripsi biasanya berfokus pada analisis data yang sudah ada atau pengujian hipotesis sederhana. Mahasiswa diharapkan dapat mengumpulkan data, baik melalui survei, wawancara, observasi, atau studi literatur, lalu menganalisisnya secara sistematis. Kontribusi skripsi lebih pada pengembangan pemahaman dan penerapan teori yang sudah ada di ranah lokal atau spesifik, bukan untuk menciptakan pengetahuan baru secara fundamental. Jadi, bobotnya adalah pada pembuktian pemahaman dan keterampilan penelitian dasar. Skripsi umumnya berkisar antara 60 hingga 100 halaman, tergantung kebijakan universitas.