Ini mirip dengan apa yang dialami seseorang saat ketindihan (sleep paralysis), di mana kesadaran sudah terbangun tetapi tubuh masih dalam keadaan atonia. Bedanya, dalam mimpi dikejar setan, kesadaran penuh belum terjadi, tetapi sensasi ketidakmampuan bergerak ini dialami di alam bawah sadar.
Refleksi Kecemasan dan Ketidakberdayaan Psikologis
Selain penjelasan fisiologis, ada juga dimensi psikologis yang berperan. Mimpi dikejar, terutama oleh figur menakutkan seperti setan, seringkali merupakan simbol dari stres, kecemasan, rasa takut, atau perasaan tidak berdaya yang sedang dialami seseorang dalam kehidupan nyata.
Ketika kita merasa dikejar dalam hidup nyata—oleh tenggat waktu yang ketat, masalah finansial, konflik pribadi, atau tekanan lain—kita mungkin merasa terperangkap atau tidak mampu melarikan diri dari situasi tersebut. Sensasi lari yang lambat dan berat dalam mimpi dapat menjadi metafora dari perasaan tersebut. Tubuh yang tidak responsif dalam mimpi mencerminkan ketidakmampuan atau kesulitan mengatasi masalah di dunia nyata. Ini adalah representasi bagaimana pikiran bawah sadar memproses rasa tidak mampu atau frustrasi saat menghadapi situasi yang mengancam atau menekan.
Mimpi semacam ini dapat menjadi sinyal bahwa ada sesuatu dalam hidup yang memicu kecemasan atau perasaan tidak terkendali, dan otak mencoba memprosesnya melalui narasi mimpi yang dramatis. Ketidakmampuan untuk melarikan diri secara efektif dalam mimpi mengamplifikasi perasaan terperangkap atau kekurangan kontrol.
Peran Otak dalam Membangun Narasi Mimpi
Otak kita sangat pandai dalam membangun narasi mimpi, bahkan ketika dihadapkan pada batasan fisiologis. Ketika otak merasakan adanya atonia otot, alih-alih menghentikan mimpi, ia mengintegrasikan sensasi tersebut ke dalam cerita mimpi. Sensasi fisik dari tubuh yang "terkunci" diinterpretasikan sebagai "sulit bergerak" atau "lari lambat" dalam konteks skenario pengejaran yang mengerikan. Ini adalah cara otak menjelaskan anomali sensorik yang dialami tubuh selama tidur REM.