Setelah kegagalan tersebut, permainan berubah drastis. Australia memanfaatkan kelengahan lini belakang Indonesia dan mencetak tiga gol cepat dalam babak pertama. Martin Boyle membuka keunggulan lewat penalti pada menit ke-18, disusul gol Nishan Velupillay dua menit kemudian, serta tandukan Jackson Irvine yang memperbesar keunggulan menjadi 3-0 sebelum turun minum.
Kurangnya Antisipasi dan Fokus
Rahmad Darmawan menyoroti strategi bertahan Australia yang solid dengan memasang lima pemain belakang, yang memaksa Indonesia terus menyerang tanpa keseimbangan. Kecerobohan dalam bertahan juga menjadi faktor utama kebobolan gol-gol cepat.
“Dari awal, Australia sudah menyiapkan skema bertahan dengan serangan balik. Sementara Indonesia terlalu fokus menyerang tanpa memperhitungkan risiko di lini belakang,” tambahnya.
Pada babak kedua, Indonesia bermain lebih hati-hati. Hasilnya, debutan Ole Romeny sempat memberikan harapan dengan mencetak gol hiburan. Namun, Australia tetap dominan dan menambah dua gol lagi melalui Lewis Miller dan Jackson Irvine, keduanya berasal dari skema bola mati.
Dua gol di babak kedua tersebut menjadi perhatian khusus bagi Rahmad Darmawan. Ia menilai Indonesia masih perlu meningkatkan kemampuan dalam mengantisipasi bola mati, terutama dalam situasi sepak pojok.