Efek dari kerusakan hutan juga tidak hanya terasa pada lingkungan fisik, tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Petani kehilangan produktivitas tanah, nelayan sungai kesulitan karena air yang keruh dan penuh sedimen, sementara masyarakat umum harus berhadapan dengan ancaman banjir dan kekeringan bergantian. Ketika musim hujan, air meluap tanpa kendali; ketika musim kemarau, tanah yang sebelumnya mampu menyimpan air menjadi tidak lagi berfungsi. Hutan yang dulunya menjadi reservoir alami air kini berubah menjadi sumber masalah karena lahan terbuka hanya menimbulkan degradasi.
Penting dipahami bahwa hutan memiliki peran dalam menjaga kualitas air. Akar pohon membantu menyaring air hujan sebelum masuk ke dalam tanah, menjaga sumber mata air tetap jernih. Ketika hutan hilang, air hujan langsung membawa tanah, limbah permukaan, dan sedimen ke sungai. Dampaknya, air sungai mengalir lebih cepat, lebih keruh, dan lebih dangkal. Bahkan bendungan pun bisa kehilangan kapasitasnya akibat sedimentasi berlebih. Dalam jangka panjang, kerusakan ini dapat menyebabkan krisis air bersih, terutama di wilayah-wilayah yang mengandalkan sumber air tanah atau sungai dari daerah hulu yang hutannya terus berkurang.
Selain itu, hutan juga berfungsi menjaga stabilitas iklim lokal. Pepohonan menyerap karbon dioksida, menghasilkan oksigen, mengatur suhu, hingga menjaga kelembapan udara. Tanpa hutan, suhu meningkat, cuaca lebih ekstrem, dan pola hujan menjadi tidak menentu. Ini menjelaskan mengapa beberapa daerah yang dulunya sejuk dan subur kini sering mengalami gelombang panas atau hujan ekstrem. Keadaan ini tentu mempengaruhi kehidupan manusia dan keberlanjutan ekosistem di sekitarnya.