BMKG menambahkan bahwa ormas tersebut bahkan membangun pos jaga dan menempatkan anggotanya secara permanen di area lahan. Ironisnya, sebagian dari lahan tersebut diduga telah disewakan kepada pihak ketiga dan dibangun struktur secara ilegal. Untuk memperkuat klaimnya, BMKG menyatakan bahwa lahan tersebut sah merupakan milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) No. 1/Pondok Betung Tahun 2003, yang sebelumnya tercatat sebagai SHP No. 0005/Pondok Betung. Kepemilikan ini juga telah diperkuat oleh sejumlah putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, termasuk Putusan Mahkamah Agung RI No. 396 PK/Pdt/2000 tanggal 8 Januari 2007.
Lebih lanjut, Taufan menyampaikan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Tangerang telah menegaskan bahwa berbagai putusan hukum tersebut saling mendukung, sehingga tidak diperlukan lagi proses eksekusi. Namun, BMKG tetap berupaya menyelesaikan masalah ini secara persuasif. Koordinasi dilakukan lintas lembaga, dimulai dari tingkat RT dan RW, hingga kepolisian, serta pertemuan langsung dengan pihak ormas dan mereka yang mengaku sebagai ahli waris.
Sayangnya, upaya persuasif ini tampaknya tidak membuahkan hasil, karena pihak ormas tetap menolak penjelasan hukum yang disampaikan. Dalam sebuah pertemuan, pimpinan ormas bahkan mengajukan tuntutan ganti rugi sebesar Rp5 miliar sebagai syarat untuk menghentikan pendudukan lahan tersebut. Tuntutan ini dianggap sangat merugikan negara, terlebih proyek pembangunan Gedung Arsip tersebut adalah kontrak tahun jamak (multi-years) yang memiliki batas waktu pengerjaan selama 150 hari sejak 24 November 2023.