Pulau Migingo menjadi pusat penangkapan ikan yang berharga dan unik di tengah penurunan hasil tangkapan ikan di Danau Victoria. Hal inilah yang membuat pulau tersebut menjadi bermacam-macam pihak berlomba-lomba untuk memperoleh kendali atasnya. Pulau yang berada di perbatasan dua negara ini dijuluki sebagai tempat terjadinya "perang terkecil" di Afrika, mengingat pangsa pasar hasil tangkapan ikan nila yang terus meningkat baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Pada tahun 2016, pemerintah Kenya dan Uganda sepakat untuk membentuk sebuah komite guna menentukan batas wilayah masing-masing di Pulau Migingo. Namun, hingga kini belum ada hasil yang dapat diputuskan oleh kedua belah pihak. Hal tersebut juga menunjukkan tidak adanya kesepakatan mengenai kepemilikan pulau yang berupa gugusan batu ini.
Ketegangan kerap muncul di pulau kecil tersebut. Pasalnya, sejumlah nelayan lokal merasa bahwa Pulau Migingo belum memiliki pemilik yang jelas, sehingga menyebutnya sebagai "tanah tak bertuan." Di satu sisi, ekspor hasil tangkapan ikan nila dari Pulau Migingo yang terus berlanjut ke Uni Eropa, sekaligus meningkatnya permintaan ikan barramundi di pasar Asia, telah membuat pulau kecil ini menjadi sasaran perdagangan yang bernilai besar.