Selain itu, mahasiswa juga mengangkat isu diskriminasi terhadap pencari kerja muda di negara tersebut. Mereka menekankan bahwa peluang kerja yang semakin meningkat di sektor swasta tidak menarik bagi sebagian besar orang, karena pekerjaan di sektor pemerintahan dianggap lebih stabil dan menjanjikan.
Pemerintah telah bereaksi terhadap protes ini dengan menghentikan kuota pekerjaan pada tahun 2018. Namun, pada bulan lalu, Pengadilan Tinggi membatalkan keputusan tersebut dan mengembalikan kuota tersebut setelah kelompok yang mewakili para veteran tahun 1971 mengajukan petisi.
Ketegangan meningkat pada Senin lalu, ketika aktivis mahasiswa di Universitas Dhaka bentrok dengan polisi. Para mahasiswa mengklaim bahwa aksi unjuk rasa yang awalnya damai berubah menjadi tidak kondusif ketika mereka diserang oleh sayap mahasiswa dari Liga Awami, partai yang berkuasa di Bangladesh.
Bentrokan tersebut mengakibatkan puluhan orang tewas, termasuk dua jurnalis, dalam kekerasan tersebut. Selain itu, fasilitas umum seperti stasiun televisi negara BTV turut menjadi sasaran pengunjuk rasa yang merusak dan membakar gedung tersebut.
Pemerintah Bangladesh telah menanggapi ketegangan ini dengan memberlakukan jam malam dan mengerahkan militer untuk membantu penegakan hukum. Aksi kekerasan juga terjadi di berbagai wilayah, seperti pembakaran fasilitas tahanan di distrik Narsingdi di Dhaka tengah.