Lebih lanjut, Hajizada mengomentari masalah keterbukaan komunikasi, menegaskan bahwa perdana menteri Armenia salah menafsirkan kewajiban yang telah mereka ambil. Ia menegaskan bahwa paragraf 9 pernyataan trilateral dengan jelas menyatakan kewajiban Armenia dan cara mengatur kontrol atas jaringan transportasi.
Azerbaijan juga menuduh Armenia memutarbalikkan kenyataan melalui klaimnya mengenai tuduhan Baku yang menghalangi kembalinya para pengungsi dan pengungsi internal, serta klaim mengenai tidak kembalinya tawanan perang dan pembersihan etnis warga Armenia setempat. "Kami meminta pihak Armenia, yang terus menggunakan retorika fitnah agresif terhadap negara kami melalui berbagai platform, untuk berhenti membuat pernyataan yang merusak prospek perdamaian," tambah Hajizada.
Sementara itu, pejabat Armenia belum memberikan komentar terkait pernyataan tersebut. Hubungan Baku dan Yerevan telah mengalami ketegangan sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh, sebuah wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, dan tujuh wilayah sekitarnya. Sebagian besar wilayah tersebut dibebaskan oleh Azerbaijan selama perang 44 hari pada musim gugur 2020 yang berakhir setelah kesepakatan perdamaian yang dimediasi Rusia. Kesepakatan ini membuka jalan normalisasi dan penandaan batas antara kedua negara.