Setelah bertahun-tahun menahan rasa sakit dan kebingungan, John akhirnya berani melapor. "Sangat sulit bagi saya untuk berbicara tentang ini karena stigma yang melekat pada laki-laki sebagai korban pelecehan seksual. Saya merasa sangat sendirian," ujar John. Dengan bantuan sebuah organisasi yang fokus pada korban pelecehan seksual, John berhasil mendapatkan dukungan psikologis dan legal yang dibutuhkannya.
Dampak Psikologis
Pelecehan seksual oleh pemuka agama meninggalkan dampak psikologis yang mendalam pada korban. Banyak korban mengalami depresi, kecemasan, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Rasa malu, bersalah, dan ketakutan akan penolakan sosial sering kali membuat korban enggan melaporkan kejadian tersebut.
Dr. Indah Lestari, seorang psikolog klinis, menjelaskan bahwa korban pelecehan seksual di lingkungan religius sering kali menghadapi krisis spiritual selain trauma psikologis. "Mereka tidak hanya kehilangan kepercayaan pada diri mereka sendiri dan orang lain, tetapi juga pada institusi keagamaan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi mereka," kata Dr. Indah.
Upaya untuk Mendapatkan Keadilan
Mencari keadilan bagi korban pelecehan seksual di lingkungan religius merupakan proses yang sangat menantang. Banyak organisasi keagamaan cenderung menutup-nutupi kasus-kasus ini untuk melindungi reputasi mereka. Namun, beberapa inisiatif dan gerakan telah muncul untuk membantu korban mendapatkan dukungan dan keadilan yang mereka butuhkan.
Misalnya, gerakan #ChurchToo, yang terinspirasi dari gerakan #MeToo, telah membantu banyak korban untuk berbicara tentang pengalaman mereka dan menuntut perubahan dalam institusi keagamaan. "Melalui gerakan ini, kami berusaha memberikan suara kepada korban dan mendorong reformasi dalam penanganan kasus pelecehan seksual di lingkungan religius," kata salah satu aktivis gerakan tersebut.