Tampang

Imunisasi Campak dan Rubella, Mengapa Harus Ada di Negeri ini?

19 Agu 2017 15:24 wib. 3.078
0 0
Imunisasi Campak dan Rubella, Mengapa Harus Ada di Negeri ini?



Ada masyarakat yang mempertanyakan dana sebesar ini, bahkan menghubungkannya dengan “tidak ada makan siang gratis” lewat dana hibah, dan “praktik bisnis di dunia farmasi dan kedokteran”. Dua hal yang disebutkan terakhir ini mengundang tawa saya. Apakah dana tersebut besar? Ya, tapi masih sangat wajar, dengan banyaknya cakupan yang ditarget, dan manfaatnya secara ekonomis. Lihat kembali hitung-hitungan kerugian secara ekonomi (belum secara fisik dan mental) akibat penyakit campak dan rubella, bagi seluruh individu yang mengalaminya.

Lalu ide yang menghubungkan antara pemberian vaksin gratis 100 persen dari pemerintah dengan “praktik bisnis” sangatlah konyol. Bedakan antara program imunisasi gratis dari pemerintah yang sudah berlangsung sejak tahun 1977, dengan imunisasi-imunisasi menggunakan vaksin berbayar di layanan kesehatan swasta. Pada program imunisasi MR, semua adalah tanggungan dan kewajiban pemerintah, dan semua tenaga kesehatan lapangan yang terlibat dalam program ini adalah pegawai Puskesmas yang mendapat penghasilan secara rutin layaknya gaji bulanan. Vaksin program pemerintah tidak ada unsur bisnisnya!

Isu halal dalam vaksin MR

Isu halal-haram akan selalu muncul di keseharian selama vaksin-vaksin yang beredar tidak mengantongi sertifikasi halal MUI. Pembahasan masalah ini cukup panjang, tapi jika disederhanakan ada dua hal yang saya simpulkan. Pertama, sertifikat halal untuk vaksin sulit untuk dikeluarkan di Indonesia karena perbedaan pandangan dalam ilmu fikih, untuk kajian istihalah (perubahan suatu zat menjadi zat lainnya), istihlak (suatu zat yang terlarut dalam pelarut dengan jumlah besar sehingga menyucikan zat tersebut), dan darurat (apabila tidak ada pilihan lain, maka sesuatu yang haram menjadi boleh digunakan).

Vaksin adalah produk biologis yang melalui proses pembuatan sangat kompleks, dan melibatkan berbagai zat kimiawi untuk menjadikan produk akhir yang efektif dan aman. Apabila dalam prosesnya sempat bersinggungan dengan bahan-bahan kimiawi yang dikategorikan haram atau najis, maka LP POM MUI sulit untuk mengeluarkan sertifikat halalnya. Padahal di negara-negara lain, termasuk negara-negara Timur Tengah, alasan ini tidak menjadi masalah, karena kaidah fikih yang dipegang ulama-ulama setempat berbeda dengan ulama-ulama di MUI. Mereka masih mengakui kaidah istihalah dan istihlak untuk vaksin.

Kedua, ketiadaan sertifikat halal, tidak lantas menjadikan vaksin haram! Kaidah fikih ini yang tidak dipahami sebagian masyarakat Indonesia, sehingga dikhawatirkan menghukumi sesuatu haram, semata-mata karena ketiadaan sertifikat halal, padahal zat tersebut sebenarnya halal! Apabila membaca baik-baik secara runut fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi, maka MUI menekankan bahwa imunisasi hukumnya wajib dalam hal seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa. Dalam hal ini, vaksin campak dan rubella sudah sangat jelas memenuhi kriteria terakhir.

Terakhir, masyarakat “merasa” dipaksa harus mengikuti imunisasi ini. Ada masyarakat yang mengatakan bahan dasar vaksin tak terbuka, dan masyarakat sulit mengetahui bahan awal sampai jadinya vaksin tersebut. Belum lagi “bukti “ adanya efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) berat akibat vaksin, dan pernyataan “anak-anak bukan kelinci percobaan, jangan sampai sekadar kepentingan korporasi atau segelintir pihak, malah menjatuhkan kepercayaan program kesehatan”. Kali ini, semua pernyataan tersebut membuat saya geleng-geleng kepala.

Dokumen pembuatan vaksin dan kandungan vaksin sangat mudah diakses dan diunduh di internet. Beberapa buku berbahasa Indonesia juga sudah beredar sejak tahun 2014 lalu, menerangkan cara pembuatan vaksin dan apa saja kandungan vaksin. Informasinya sangat terbuka dan transparan, asalkan tahu cara mencarinya! Beberapa laporan KIPI vaksin yang dikatakan menyebabkan kelumpuhan, atau bahkan kematian pun, sudah diinvestigasi oleh tim berwenang dan hasilnya menyatakan tidak ada hubungan antara vaksin dengan gejala-gejala yang diduga KIPI tersebut! Vaksin bukanlah penyebab semua keluhan tersebut. Tidak mau percaya dengan hasil penyelidikan tersebut? Itu hak siapapun. Saya tahu orang-orang yang terlibat dalam tim PP KIPI, dan saya percaya mereka.

Anak-anak pun bukanlah kelinci percobaan, dan tak berhubungan sama sekali dengan kepentingan korporasi, atau teori konspirasi yang menjadi andalan sebagian orang. Seluruh vaksin yang beredar di Indonesia, dan dunia, telah melalui tiga tahap uji klinis yang sangat ketat, dan memakan waktu 10-15 tahun. Tidak sedikit kandidat vaksin yang gagal dipasarkan, karena tidak lolos uji klinis, meskipun sudah memakan biaya sangat besar untuk penelitiannya. Maka vaksin yang beredar dipastikan aman dan efektif. Pemantauan KIPI juga terus-menerus dilakukan sebagai uji klinis fase keempat.

Ingat, imunisasi adalah hak setiap anak yang dilindungi undang-undang. Segala upaya yang dapat menurunkan cakupan imunisasi di masyarakat, berisiko tinggi meningkatkan angka kesakitan dan kematian. Sadarkah orang-orang yang menyebarkan informasi tak benar yang tidak didukung fakta ilmiah akurat, bahwa Indonesia sudah dinyatakan bebas polio tahun 2014 lalu? Keberhasilan yang dicapai oleh keberhasilan program imunisasi dan tingginya cakupan imunisasi polio di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir.

Tidak mustahil penyakit yang sudah hampir punah dari muka bumi, kembali meningkat jumlahnya karena masyarakat yang awalnya banyak mendukung imunisasi, malah berpikir sebaliknya. Saya adalah saksi bagi orangtua yang seumur hidup harus mengurus buah hatinya yang cacat akibat sindrom rubella kongenital. Dan bagi saya, satu anak saja yang meninggal karena campak sudah terlalu banyak!


*) Penulis adalah dokter spesialis anak dan penulus buku 'Pro Kontra Imunisasi', tinggal di Jakarta

<12>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

anak
0 Suka, 0 Komentar, 21 Jun 2017
Tari Kecak
0 Suka, 0 Komentar, 4 Jul 2024

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.