Penggunaan Bahasa yang Ambigu
Tidak jarang politikus menggunakan bahasa yang ambigu atau membingungkan dalam tweet mereka. Contohnya, seorang gubernur yang menulis, "Kita harus melawan perubahan iklim dengan iklim yang lebih baik." Tweet ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar di benak banyak orang.
Menjawab Kritik dengan Emosi
Twitter juga sering menjadi tempat di mana politikus melampiaskan emosi mereka. Seorang menteri yang menerima kritik dari seorang jurnalis pernah membalas dengan tweet yang penuh kemarahan dan kata-kata kasar. Alih-alih meredakan situasi, tweet ini justru memperburuk citra politikus tersebut di mata publik.
Klaim yang Tidak Berdasar
Beberapa politikus juga kerap kali mengunggah klaim-klaim yang tidak berdasar atau tidak memiliki bukti yang kuat. Seorang presiden pernah mengklaim di Twitter bahwa ia telah menemukan obat untuk penyakit mematikan tanpa dukungan dari komunitas medis. Klaim semacam ini tentu saja mengundang kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak.
Humor yang Gagal
Menggunakan humor di media sosial bisa menjadi pedang bermata dua, terutama bagi politikus. Seorang wakil rakyat yang mencoba membuat lelucon tentang situasi ekonomi malah berakhir dengan kecaman karena dianggap tidak peka terhadap penderitaan masyarakat. Humor yang tidak tepat waktu atau konteks sering kali menjadi bumerang bagi para politikus.
Pamer Kekayaan
Beberapa politikus menggunakan Twitter untuk memamerkan kekayaan mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seorang anggota dewan yang memposting foto dirinya sedang liburan di yacht mewah di tengah krisis ekonomi nasional tentu saja memancing reaksi negatif dari publik yang merasa diabaikan.