Menurut Yusran, meski OTA memudahkan konsumen dengan sistem one stop shopping, tetap ada risiko miskomunikasi. “Misalnya tinggal satu atau dua kamar, sementara aplikasi masih proses, ternyata kuotanya sudah habis di hotel. Itu sering terjadi,” jelasnya.
Jika masalah semacam ini muncul, biasanya pihak hotel akan membantu mencarikan kamar pengganti di hotel lain atau memfasilitasi pengembalian dana (refund). Namun, Yusran menekankan perlunya kerja sama antara pihak hotel dan penyedia OTA agar persoalan reservasi tidak merugikan konsumen maupun pengelola hotel.