Salah satu temuan menarik lainnya adalah rendahnya tingkat flourishing di Jepang, negara yang selama ini dikenal dengan kedisiplinan dan kemajuan teknologinya. Jepang tercatat memiliki skor terendah yakni 5,89, bahkan lebih rendah dari Turki (6,32), Inggris (6,79), India (6,87), dan Spanyol (6,9). Salah satu penyebab utama rendahnya skor Jepang adalah lemahnya hubungan sosial warganya. Banyak responden Jepang tidak memiliki teman dekat, yang tentu saja berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis dan emosional.
Sebaliknya, Indonesia menunjukkan keunggulan luar biasa dalam dimensi hubungan sosial dan karakter pro-sosial. Nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, serta budaya kekeluargaan yang masih kuat menjadi faktor kunci yang membuat masyarakat Indonesia merasa lebih terhubung secara sosial dan emosional. Aspek-aspek inilah yang ternyata sangat menentukan dalam pencapaian flourishing yang tinggi.
Negara Berkembang, Tapi Mentalitas Maju
Hasil penelitian ini jelas memberikan perspektif baru dalam menilai kemajuan suatu bangsa. Ukuran kemajuan tidak lagi hanya diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat pendidikan, atau teknologi. Sebaliknya, kualitas hidup yang ditentukan oleh hubungan antarindividu, rasa saling peduli, dan kebermaknaan hidup menjadi tolok ukur baru dalam melihat kemajuan suatu masyarakat.
Penelitian ini juga memberikan inspirasi penting bagi pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk lebih menekankan pentingnya kesejahteraan holistik. Jika selama ini banyak negara mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan kesejahteraan sosial dan emosional warganya, maka kini saatnya untuk mengubah arah kebijakan.
Indonesia, yang mungkin selama ini dianggap sebagai negara berkembang, justru membuktikan bahwa masyarakatnya memiliki mentalitas yang matang dan kemampuan untuk berkembang secara utuh. Dalam konteks global, ini adalah prestasi yang luar biasa dan layak diapresiasi.