Fast Fashion dan Sampah Tekstil yang Menggunung
Gemerlap industri fashion modern tidak bisa dilepaskan dari model bisnis fast fashion. Model ini memproduksi pakaian dalam jumlah masif dan dengan harga sangat murah, mengikuti tren yang berganti dengan cepat. Tujuannya adalah mendorong konsumen untuk terus membeli pakaian baru dan membuang pakaian lama.
Siklus konsumsi yang tidak berkelanjutan ini menciptakan gunungan sampah tekstil. Diperkirakan setiap tahun, jutaan ton pakaian berakhir di tempat pembuangan sampah. Pakaian-pakaian ini, terutama yang terbuat dari bahan sintetis, membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai. Saat terurai, bahan-bahan ini melepaskan serat mikroplastik yang mencemari lingkungan. Bahkan saat dicuci, pakaian berbahan poliester atau nilon melepaskan serat mikroplastik yang berakhir di lautan dan mencemari ekosistem laut.
Budaya "pakai-buang" yang didorong oleh fast fashion ini tidak hanya boros sumber daya, tetapi juga menciptakan beban limbah yang luar biasa bagi planet. Pakaian yang dibuang seringkali masih dalam kondisi layak pakai, namun dianggap "usang" karena tren yang sudah lewat.
Emisi Karbon dan Jejak Lingkungan Global
Selain polusi air dan sampah, industri fashion juga punya jejak karbon yang sangat besar. Rantai pasokannya sangat panjang dan global. Produksi bahan baku, pembuatan kain, proses jahit, hingga pengiriman produk ke seluruh dunia, semuanya membutuhkan energi dan melepaskan emisi gas rumah kaca.
Diperkirakan industri ini bertanggung jawab atas sekitar 10% emisi karbon global. Angka ini lebih besar daripada total emisi dari penerbangan internasional dan pelayaran gabungan. Sebagian besar emisi ini berasal dari produksi dan pengangkutan, serta penggunaan energi di pabrik-pabrik yang seringkali masih mengandalkan bahan bakar fosil. Penggunaan listrik untuk mengoperasikan mesin jahit, sistem pendingin, dan lampu di pabrik-pabrik besar juga menambah jejak karbon ini.