Kementerian Perdagangan mencatat bahwa ekspor produk alas kaki (HS 64) mengalami penurunan sebesar 16,8% menjadi US$ 6,44 miliar atau sekitar Rp 103,82 triliun (US$ 1=16.125). Angka ini menunjukkan adanya penurunan yang signifikan dan mengkhawatirkan dalam industri ini.
Pertumbuhan industri alas kaki terus stagnan, sementara konsumsi masyarakat terhadap produk tersebut juga mengalami penurunan yang mencolok. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki pada periode dua tahun sebelum pandemi (2018-2019) mencatat pertumbuhan rata-rata sebesar 4,29%. Namun, setelah pandemi, pertumbuhannya hanya sebesar 4,74% untuk dua tahun berikutnya. Bahkan, sebelum pandemi, industri ini mengalami kontraksi sebesar 0,85%, yang kemudian berlanjut di tahun-tahun awal pandemi.
Sementara itu, konsumsi pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya juga terus mengalami penurunan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan hanya terjadi pada kuartal kedua tahun 2023, yang mengaitkan dengan momen penting seperti Idul Fitri, Idul Adha, dan tahun ajaran baru.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung mengurangi belanja produk alas kaki. Penyebab dari penurunan konsumsi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan daya beli, perubahan tren fashion, atau pergeseran preferensi konsumen terhadap produk-produk fashion lainnya.