Ketika pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, banyak yang terkejut. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama dalam mendanai program-program pembangunan. Tapi, apakah ini langkah bijak? Bagi kelas menengah, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, kebijakan ini bisa menjadi mimpi buruk. Mari kita kupas lebih dalam dampaknya, kenapa ini bisa jadi masalah besar, dan apa yang sebenarnya bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan.
Siapa yang Paling Terdampak?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dibebankan pada konsumsi barang dan jasa. Setiap kali seseorang membeli sesuatu, mereka membayar pajak. Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% mungkin terlihat kecil di atas kertas, tetapi dampaknya besar pada pengeluaran sehari-hari.
Bayangkan, harga barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, atau susu naik karena penyesuaian pajak. Jika sebelumnya seseorang menghabiskan Rp1 juta untuk belanja bulanan, kenaikan tarif ini bisa membuat mereka mengeluarkan hingga Rp1,2 juta untuk kebutuhan yang sama. Untuk keluarga dengan pendapatan pas-pasan, selisih ini sangat signifikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas rumah tangga Indonesia mengalokasikan lebih dari 60% pendapatan mereka untuk kebutuhan pokok. Dengan kenaikan ini, daya beli kelas menengah yang sudah terbatas bisa semakin tergerus.
Efek Domino pada Harga Barang dan Jasa
Bukan hanya konsumsi rumah tangga yang terdampak. Kenaikan tarif PPN juga akan memengaruhi biaya produksi barang dan jasa. Pelaku usaha, terutama di sektor UMKM, terpaksa menaikkan harga jual untuk menutupi kenaikan biaya produksi. Ini bisa menciptakan lingkaran setan: harga naik, daya beli turun, dan omzet pelaku usaha menurun.
Contohnya, sebuah warung makan sederhana yang sehari-hari mengandalkan pembeli dari kalangan pekerja kantoran. Dengan harga bahan baku yang lebih mahal, mereka harus menaikkan harga menu. Akibatnya, pelanggan yang biasanya membeli makan siang di sana mungkin berpikir dua kali. Pada skala yang lebih besar, efek ini bisa memperlambat laju ekonomi secara keseluruhan.