Kembali ke Portland, Rose mengatakan bahwa upaya depaving telah mengalihkan 24,5 juta galon air hutan dari saluran pembuangan air hujan setiap tahunnya.
Baptist Vlaeminck, yang memimpin upaya serupa bersama Leuven Life’s Pact di Leuven, Belgia, mengatakan bahwa upaya pembongkaran beton dan aspal seluas 6.800 meter persegi telah menambah infiltrasi air sebanyak 377.000 galon (1,7 juta liter) ke dalam tanah.
“Dengan terjadinya perubahan iklim, curah hujan pada cuaca ekstrem akan meningkat sehingga [pengaspalan dan pembetonan jalan] bukanlah hal yang baik – ini adalah suatu keharusan,” tambah Casimirri.
Pertanyaannya adalah apakah otoritas yang bertanggung jawab atas perencanaan perkotaan menyadari hal ini?
Di sebagian besar negara di dunia, depaving masih dianggap sebagai aktivitas pinggiran.
“Kami memerlukan skala investasi yang lebih banyak lagi,” kata Thami Croeser dari Pusat Penelitian Perkotaan RMIT University di Melbourne.
Menurutnya, inisiatif yang dilakukan masyarakat di jalanan di kota-kota mereka adalah hal yang luar biasa. Namun, akan lebih baik lagi jika depaving dan penghijauan dipandang sebagai infrastruktur jenis baru di sebuah kota.
Itu memerlukan perencanaan dan investasi yang sama seperti pembangunan jalur kereta api baru. Setidaknya di Eropa, beberapa kota sudah mulai menangani depaving secara serius. Sejumlah warga di London misalnya telah didorong untuk membongkar lapisan konkret di taman mereka. Kota Leuven di Belgia menyatakan sedang melakukan depaving – atau “ontharden” – secara besar-besaran.
Distrik pinggiran kota Spaanse Kroon, yang dihuni sekitar 550 orang, adalah salah satu target terbaru dari inisiatif depaving dan penghijauan yang dipelopori oleh pemerintah kota tersebut. Aspal dalam jumlah besar dibongkar dari jalanan di kawasan pemukiman, sehingga memaksa mobil berbagi bagian jalan yang sama dengan pejalan kaki dan pengendara sepeda.
“Kami sedang meningkatkan skalanya, kami membentuk tim yang berdedikasi untuk melakukan depaving,” kata Vlaeminck.
Bagaimana pun, proyek-proyek semacam ini harus memenuhi kebutuhan semua orang di kota.
Untuk mendukung orang-orang dengan gangguan penglihatan atau mobilitas, Vlaeminck mengatakan area jalan atau trotoar yang tidak terpakai diprioritaskan untuk diaspal. Ruang itu perlu lebih dari satu meter di trotoar agar lega.
Sisa aspal atau beton yang ada juga perlu diperbarui dan diperbaiki untuk memastikan konturnya rata.
Sementara di tempat-tempat di mana aspal dan beton dihilangkan seluruhnya karena lalu lintas yang rendah, Vlaeminck mengatakan tim mereka menerapkan sejumlah langkah untuk mengurangi kecepatan kendaraan yang melintas.
Depave dan Green Venture turut bekerja sama dengan masyarakat setempat untuk memastikan persyaratan aksesibilitas terpenuhi. Proyek yang mereka kerjakan baru-baru ini justru mengganti beton yang rusak dan tidak rata dengan jalan setapak alami yang rata.
Salah satu inisiatif yang digagas oleh Leuven adalah “taksi ubin”, yakni sebuah truk kecil yang akan menjemput sisa ubin, beton, atau semen yang dibongkar dari taman-taman warga. Sisa-sisa ubin itu akan dipakai kembali ketimbang dibuang. Menurut Vlaeminck, mereka menyisihkan beberapa juta euro untuk mendanai proyek repaving dan renaturasi semacam ini.
Ada pula inisiatif lain yang berlaku sejak Januari 2024. Pengembang di Leuven wajib membuktikan bahwa air hujan yang jatuh di area rumah baru atau yang direnovasi secara signifikan, bisa diresap dan digunakan kembali di tempat itu, atau ditampung ke taman di rumah itu.
Dengan demikian, air hujan tidak menggenang dan menyebabkan banjir. Vlaeminck mengatakan apabila pengembang tidak bisa membuktikan desain mereka siap menghadapi curah hujan ekstrem, maka proyek mereka tidak akan disetujui.