Penelitian ini diterbitkan pada 13 Februari 2025 dalam Jurnal American Chemical Society. Para ilmuwan menggunakan kombinasi analisis kimia dan uji penciuman manusia untuk mengevaluasi bau dari sembilan mumi yang berusia sekitar 5.000 tahun. Mumi-mumi ini telah lama disimpan dan dipamerkan di Museum Mesir di Kairo.
Studi ini bertujuan untuk memahami lebih dalam bagaimana aroma dari mumi dapat memberi wawasan baru terkait metode mumifikasi yang dilakukan di masa lalu. Para peneliti juga ingin memastikan apakah bau yang muncul berasal dari bahan alami yang digunakan saat proses mumifikasi atau justru akibat degradasi akibat bakteri, jamur, atau mikroorganisme.
Peran Aroma dalam Proses Mumifikasi
Dalam kebudayaan Mesir kuno, aroma menjadi salah satu aspek penting dalam proses mumifikasi. Proses ini menggunakan minyak, lilin, dan berbagai jenis balsem untuk menjaga tubuh tetap utuh dan mempersiapkannya untuk kehidupan setelah kematian. Aroma harum dianggap sebagai simbol kemurnian dan perlindungan dari para dewa, sedangkan bau tak sedap diasosiasikan dengan kerusakan dan pembusukan.
Tak hanya itu, praktik mumifikasi juga umumnya diperuntukkan bagi para firaun dan bangsawan. Proses ini dilakukan dengan sangat hati-hati, termasuk pemilihan bahan pengawet yang berkualitas tinggi untuk memastikan tubuh tetap terjaga dalam kondisi terbaik.
Mengungkap Asal Bau Tanpa Merusak Mumi
Para ilmuwan dari UCL dan Universitas Ljubljana, Slovenia, menghadapi tantangan dalam menganalisis aroma tanpa harus mengambil sampel langsung dari mumi, karena tindakan tersebut akan bersifat invasif dan dapat merusak artefak berharga ini. Untuk itu, mereka menggunakan teknik ilmiah canggih guna menentukan apakah aroma yang tercium berasal dari bahan pengawet asli, pestisida yang digunakan di museum, atau efek dari degradasi akibat faktor lingkungan.