Sebuah tragedi mengerikan menimpa dunia olahraga, ketika Atlet Olimpiade asal Uganda, Rebecca Cheptegei, meninggal dunia setelah menjadi korban insiden kekerasan berbasis gender. Pada hari Kamis, berita tragis ini menyita perhatian publik dan menyebabkan kekhawatiran atas kondisi kekerasan terhadap perempuan di negara Afrika Timur tersebut. Berbagai pihak mulai aktif memperingatkan akan serangkaian kekerasan berbasis gender yang terus terjadi di Uganda, menggambarkan bahwa ini bukanlah insiden tunggal, tetapi bagian dari sebuah epidemi femisida yang mengkhawatirkan.
Rebecca Cheptegei, seorang atlet muda berbakat yang mewakili Uganda dalam ajang olahraga Olimpiade, seharusnya menjadi inspirasi bagi generasi muda di negaranya. Namun, hidupnya yang penuh harapan tiba-tiba merenggut oleh insiden tragis yang mengejutkan semua pihak. Insiden ini terjadi di Kenya, di mana Cheptegei diduga dibakar oleh kekasihnya sendiri. Pelari jarak jauh berusia 33 tahun itu meninggal sekitar pukul 5:30 pagi waktu setempat, kata dokter yang merawatnya di sebuah rumah sakit di Eldoret, Kenya barat, kepada wartawan.
Kejadian ini bukan hanya merenggut nyawa seorang atlet berbakat, tetapi juga menyiratkan masalah yang lebih dalam yang melanda wilayah Afrika Timur.