Pada tahun 2024, data menunjukkan bahwa peretas asal Korea Utara bertanggung jawab atas sekitar 61% dari total pencurian kripto di seluruh dunia. Nilai total aset digital yang dicuri mencapai US$1,34 miliar (Rp21,8 triliun). Angka ini menegaskan betapa besar pengaruh kelompok Lazarus dalam lanskap kejahatan siber global, khususnya dalam sektor cryptocurrency.
Dampak dan Respons Dunia
Aksi peretasan besar-besaran ini tidak hanya merugikan perusahaan kripto secara finansial, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik terhadap keamanan aset digital. Serangan Lazarus telah memicu kekhawatiran tentang perlunya penguatan langkah-langkah keamanan siber di industri blockchain.
Sebagai tanggapan, banyak perusahaan mulai mengadopsi teknologi keamanan yang lebih canggih, seperti enkripsi data yang lebih kuat dan sistem deteksi dini untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan.
Pemerintah di berbagai negara juga semakin fokus pada upaya kolaborasi internasional untuk melawan ancaman ini. Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, misalnya, telah menjalin kerja sama untuk mengidentifikasi dan melacak aktivitas kelompok Lazarus. Selain itu, mereka juga mengeluarkan panduan kepada sektor swasta mengenai cara-cara mencegah infiltrasi oleh pekerja IT yang didukung oleh Korea Utara.