Menariknya, Pengepungan di Bukit Duri bukanlah ide baru bagi Joko Anwar. Ia telah menulis konsep cerita ini sejak tahun 2007, namun baru terealisasi hampir dua dekade kemudian. Hal ini menunjukkan betapa panjangnya perjalanan ide tersebut hingga akhirnya bisa diwujudkan menjadi film layar lebar. Joko Anwar sendiri tidak hanya duduk di kursi sutradara, tetapi juga terlibat penuh dalam penulisan naskah sehingga nuansa cerita terasa sangat matang dan personal. Keterlibatannya dari awal hingga akhir membuat film ini punya identitas yang kuat, sebuah ciri khas dari karya-karya Joko yang selalu berani menabrak pakem dan menghadirkan pengalaman menonton berbeda.
Film ini diproduksi oleh Come and See Pictures yang berkolaborasi dengan Amazon MGM Studios, menjadikannya salah satu produksi besar dengan sentuhan internasional. Kehadiran Amazon MGM Studios dalam proyek ini menandai babak baru bagi perfilman Indonesia yang semakin dilirik di panggung global. Sementara itu, kekuatan visual film ini turut dipertegas oleh sinematografi yang digarap Jaisal Tanjung. Gambar-gambar yang dihadirkan bukan hanya sekadar mempercantik adegan, tetapi juga menambah atmosfer mencekam sekaligus menegangkan yang terus menghantui penonton dari awal hingga akhir.
Dengan lapisan tema yang kuat, alur cerita yang menegangkan, serta sentuhan artistik yang tidak main-main, Pengepungan di Bukit Duri hadir bukan sekadar sebagai tontonan hiburan semata, tetapi juga sebagai karya yang mengajak penonton merenung. Film ini menunjukkan bahwa dalam kondisi paling gelap sekalipun, masih ada ruang bagi manusia untuk menunjukkan keberanian dan mempertanyakan arti keluarga, pengorbanan, serta kemanusiaan. Kini, dengan kehadirannya di Prime Video, film ini membuka kesempatan lebih luas untuk dinikmati oleh audiens global, sekaligus memperkuat posisi Joko Anwar sebagai salah satu sutradara paling berpengaruh di Asia.