KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, adalah seorang ulama terkemuka di Indonesia yang terkenal tidak hanya karena kedalaman ilmu agamanya tetapi juga karena inovasinya dalam metode pengajaran di pesantren. Gus Baha telah membawa perubahan signifikan dalam pendidikan Islam dengan pendekatan yang menggabungkan tradisi dan modernitas. Artikel ini akan membahas pesantren Gus Baha dan metode pengajarannya yang inovatif dalam pendidikan Islam.
Pesantren sebagai Pusat Pendidikan
Pesantren telah lama menjadi pusat pendidikan Islam di Indonesia, tempat di mana para santri belajar tidak hanya ilmu agama tetapi juga nilai-nilai moral dan sosial. Pesantren Gus Baha, yang terletak di daerah Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, menjadi salah satu contoh pesantren yang berhasil mengintegrasikan metode pengajaran tradisional dengan inovasi pendidikan modern.
Metode Pengajaran Tradisional
Sebelum membahas inovasi yang diperkenalkan oleh Gus Baha, penting untuk memahami metode pengajaran tradisional yang umumnya digunakan di pesantren. Metode ini meliputi:
1. Sorogan: Metode di mana santri belajar secara individual kepada kiai atau guru. Santri membaca kitab, kemudian guru mengoreksi dan menjelaskan makna serta konteksnya.
2. Bandongan: Metode di mana guru membacakan kitab di hadapan santri, menjelaskan makna kata per kata, dan santri mendengarkan serta mencatat.
3. Wetonan: Metode pengajaran secara berkelompok di mana santri mendengarkan pengajaran dari guru secara bersamaan.
Inovasi Gus Baha dalam Pengajaran
Gus Baha menyadari bahwa metode pengajaran tradisional memiliki keunggulan, tetapi juga memerlukan adaptasi dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, beliau memperkenalkan beberapa inovasi dalam pengajaran di pesantrennya: