Pandangan KH Cholil Nafis ini juga merupakan respons terhadap perkembangan peran Da'i di era digital seperti sekarang. Dengan media sosial dan berbagai platform digital lainnya, peran Da'i semakin terpampang di hadapan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih sistematis dan terukur dalam menilai kualitas seorang Da'i.
Namun demikian, pandangan ini juga menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Beberapa pihak mendukung langkah untuk melakukan standarisasi terhadap Da'i agar dakwah yang disampaikan lebih berkualitas dan sesuai dengan ajaran agama Islam. Namun, di sisi lain, ada pula yang meragukan efektivitas dari standarisasi tersebut. Mereka khawatir bahwa standarisasi dapat menjadikan dakwah menjadi terkotak-kotak dan kehilangan nuansa keberagaman dalam menyampaikan ajaran agama.
Selain itu, pernyataan dari KH Cholil Nafis ini juga menimbulkan pertanyaan terkait kriteria apa yang akan dijadikan standar dalam menilai kualitas seorang Da'i. Apakah hanya sertifikat atau pendidikan formal yang dijadikan acuan? Ataukah terdapat aspek lain seperti kemampuan komunikasi, pemahaman ajaran agama, dan integritas personal yang harus dievaluasi?
Dalam konteks ini, tentu perlu kajian mendalam serta diskusi yang melibatkan berbagai pihak terkait. Momentum yang dihadirkan oleh Inside Story Episode Gus Miftah ini menjadi ajang yang tepat untuk memperkuat dialog antara MUI, para Da'i, dan masyarakat dalam menemukan titik temu terkait perlunya standarisasi bagi mereka yang berperan sebagai pembawa dakwah di Indonesia.