Di sisi lain, adopsi AI dalam politik teknologi juga menarik perhatian banyak pihak. AI digunakan untuk menganalisis data pemilih, memprediksi trend suara, dan mengendalikan narasi dalam kampanye politik. Dengan memanfaatkan analisis big data, para politisi dapat memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat dengan lebih mendalam, kemudian menyusun strategi yang jauh lebih efektif. Namun, penggunaan AI dalam politik membawa tantangan tersendiri, terutama dalam hal privasi dan manipulasi. Dapatkah kita mempercayai bahwa data pribadi kita digunakan untuk tujuan yang baik? Apakah ada risiko bahwa algoritma dapat menciptakan misinformasi yang memperburuk polarisasi masyarakat?
Sementara itu, keterkaitan antara AI dalam musik dan politik menimbulkan pertanyaan etika yang mendalam. Misalnya, bila sebuah lagu yang sukses diciptakan oleh AI digunakan dalam kampanye politik, siapa yang menjadi pemilik karya tersebut? Siapa yang bertanggung jawab jika lagu tersebut digunakan untuk tujuan yang kontroversial? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi lebih rumit mengingat bahwa hampir setiap aspek dari keberadaan manusia di dunia digital dipengaruhi oleh algoritma.
Salah satu isu mendasar yang perlu dicermati adalah bagaimana teknologi AI dapat memengaruhi budaya musik dan politik secara keseluruhan. Dalam musik, keberadaan AI dapat memunculkan standar baru yang mengubah cara orang mengevaluasi lagu. Sedangkan dalam politik, strategi yang sebagian besar berbasis data dapat mengubah cara pemilih berinteraksi dengan materi kampanye dan, pada gilirannya, memengaruhi hasil pemilihan.