Data seismik yang dikumpulkan dari stasiun di Fiji dan Futuna, lebih dari 750 kilometer dari pusat letusan, menunjukkan adanya jenis gelombang seismik yang bergerak di permukaan, yang disebut gelombang Rayleigh. Gelombang tersebut berasal dari arah letusan sekitar 15 menit sebelum kejadian. Meskipun gelombang Rayleigh ini tidak dapat dirasakan oleh manusia, seismometer mampu mendeteksinya dengan baik.
Menariknya, gelombang Rayleigh ini ternyata merupakan prekursor letusan yang paling signifikan, meskipun tidak diikuti oleh aktivitas permukaan yang tampak. Temuan ini menjadi sangat penting karena dapat menjadi dasar untuk mengembangkan sistem peringatan dini terkait bencana letusan gunung berapi di masa mendatang.
Mie Ichihara, seorang ahli vulkanologi di Universitas Tokyo, menyatakan bahwa peringatan dini sangat krusial dalam mitigasi bencana. Dia juga menekankan bahwa gunung berapi di pulau dapat menimbulkan tsunami, yang merupakan ancaman besar bagi wilayah yang terkena dampak.
Dalam karya ilmiah mereka yang diterbitkan di Geophysical Research Letters, para peneliti menyimpulkan bahwa gelombang Rayleigh dapat menjadi indikator penting dalam memprediksi letusan gunung berapi, termasuk dalam skenario awal letusan pembentuk kaldera.