Sejak saat itu, banyak restoran China mulai memasang tanda "Tanpa MSG" di jendela restoran mereka. Produsen makanan juga menambah keterangan yang sama di kemasan produknya. Bahkan, pada tahun 2024, ulasan pengguna di situs Yelp masih dipenuhi dengan diskusi mengenai gejala yang disebabkan oleh MSG, meskipun telah ada banyak penelitian yang telah membantah asumsi ini.
"Makanan cepat saji dan camilan biasanya mengandung MSG yang tinggi, namun tidak menimbulkan keluhan yang sama," kata Kantha Shelke, kepala ilmuwan di Corvus Blue LLC, sebuah perusahaan riset dan regulasi ilmu pangan dan nutrisi yang berpusat di Chicago. "Sebaliknya, makanan seperti tomat, jamur, dan keju secara alami mengandung MSG tapi tidak ada diskusi tentang Sindrom Restoran Italia."
Shelke juga menyebutkan bahwa terdapat pengaruh sugesti yang perlu diperhitungkan. Stigma terhadap micin dan masakan China merangkum efek nocebo, yaitu fenomena di mana ekspektasi atau keyakinan negatif tentang suatu zat dapat menyebabkan gejala yang tidak menyenangkan, bahkan tanpa ada penyebab fisiologis apapun.
Dalam ulasan mereka, Cohen dan timnya menemukan bahwa meskipun MSG bisa menjadi pemicu potensial gejala sakit kepala, banyak dari penelitian tersebut menggunakan dosis MSG yang jauh lebih tinggi dari konsumsi normal. Uji klinis juga melaporkan hasil yang saling bertentangan dan peran MSG dalam menyebabkan migrain pun tidaklah jelas.
Terdapat berbagai macam bahan seperti alkohol, susu, atau telur, yang secara umum dianggap aman, tapi ternyata dapat memicu sakit kepala bagi individu tertentu, kata Cohen. Dengan demikian, penting untuk mempertimbangkan bahwa mungkin ada individu yang lebih peka terhadap zat-zat tertentu daripada yang lain, yang menyebabkan reaksi terhadap bahan makanan tersebut.