Mekanisme Neurokimiawi di Balik Mimpi
Proses penciptaan mimpi juga sangat bergantung pada perubahan neurokimiawi di otak. Selama tidur REM, terjadi perubahan signifikan pada neurotransmitter:
Asetilkolin: Tingkat asetilkolin sangat tinggi selama tidur REM. Neurotransmitter ini penting untuk pembelajaran, memori, dan perhatian. Peningkatan asetilkolin diperkirakan memicu aktivitas neuron di korteks, menciptakan pengalaman sensorik dalam mimpi.
Serotonin dan Norepinefrin: Sebaliknya, tingkat serotonin dan norepinefrin (neurotransmitter yang terkait dengan kewaspadaan dan stres) sangat rendah selama tidur REM. Penurunan ini mungkin berkontribusi pada kelumpuhan otot dan kurangnya respons terhadap stimuli eksternal saat bermimpi.
Perpaduan aktivitas tinggi asetilkolin dengan rendahnya serotonin dan norepinefrin menciptakan kondisi ideal bagi otak untuk "berhalusinasi" dengan sendirinya, membangun skenario internal tanpa input sensorik dari dunia luar.
Sumber Konten Mimpi
Materi mentah untuk mimpi diyakini berasal dari berbagai sumber, terutama pengalaman dan ingatan kita di kehidupan nyata. Otak tidak menciptakan narasi dari kehampaan; melainkan, ia mengambil fragmen-fragmen memori—mulai dari kejadian sehari-hari, percakapan, emosi, hingga ingatan jangka panjang dari masa lalu—dan menggabungkannya dalam cara-cara yang baru dan seringkali tidak terduga.
Teori aktivasi-sintesis oleh Allan Hobson dan Robert McCarley adalah salah satu teori terkemuka. Teori ini berpendapat bahwa mimpi adalah hasil dari otak yang mencoba membuat "narasi terbaik" dari sinyal-sinyal acak yang dihasilkan oleh otak bagian bawah (batang otak) selama tidur REM. Sinyal-sinyal ini mengaktifkan bagian-bagian korteks, dan otak kemudian mencoba mensintesis (menggabungkan) sinyal-sinyal ini menjadi cerita yang koheren, meskipun seringkali aneh.