Secara terbuka, Rabat berulang kali menyerukan gencatan senjata dan penerapan solusi dua negara. Seiring dengan berlanjutnya kerja sama yang erat antara Tel Aviv dan Rabat, penduduk Maroko telah mengambil sikap tegas terhadap normalisasi dengan Israel, terutama sejak dimulainya perang di Gaza pada bulan Oktober.
Protes pro-Palestina di negara tersebut sudah biasa terjadi selama beberapa bulan terakhir. Institut Studi Keamanan Nasional Israel mengatakan bahwa Israel semakin tidak disukai oleh negara-negara Arab, termasuk Maroko. 26 persen warga Maroko juga menggambarkan peristiwa di Gaza sebagai pembantaian, 14 persen sebagai genosida, dan 14 persen lainnya sebagai pembunuhan massal.
Selain itu, kerja sama antara Maroko dan Israel turut menciptakan peluang kerja sama yang saling menguntungkan di berbagai bidang, termasuk teknologi satelit dan pemantauan. Hal ini juga dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan untuk mencari solusi kerja sama yang saling menguntungkan dalam menangani tantangan keamanan bersama.
Kesepakatan pembelian satelit mata-mata Israel oleh Maroko senilai Rp 16,1 triliun memiliki implikasi yang kompleks dan kontroversial. Keputusan ini memunculkan kekhawatiran terkait dengan privasi, keamanan, dan politik di kawasan Timur Tengah, namun juga membuka peluang kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Dalam konteks global yang semakin canggih, peran teknologi dan pemantauan menjadi semakin penting, namun perlu diimbangi dengan kehati-hatian terkait dengan implikasi politik dan keamanannya.